ZoyaPatel

Anak-Anak Gaza Terancam Malnutrisi Akut, UNICEF Desak Pembukaan Jalur Bantuan Penuh

Mumbai


UPBERITA.COM - Organisasi Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada Sabtu (11/10/2025) mendesak pembukaan tanpa hambatan semua jalur bantuan kemanusiaan ke Gaza, menyusul peringatan tentang kerentanan ekstrem anak-anak di wilayah konflik tersebut akibat malnutrisi berkepanjangan yang berisiko memicu lonjakan kematian.

Badan PBB tersebut menggarisbawahi betapa krusialnya situasi ini, di mana risiko lonjakan kematian anak-anak—mulai dari bayi baru lahir hingga balita—sangat tinggi akibat sistem kekebalan tubuh mereka yang kini jauh lebih lemah dari sebelumnya.

“Situasinya sangat kritis. Kita berisiko melihat lonjakan besar kematian anak, tidak hanya pada bayi baru lahir tetapi juga bayi dan balita, karena sistem kekebalan mereka kini jauh lebih lemah dari sebelumnya,” tegas Ricardo Pires, juru bicara UNICEF, mengungkapkan kekhawatiran mendalam lembaga tersebut.

Pires menambahkan bahwa penderitaan anak-anak di Gaza bukan hal baru. Mereka telah berbulan-bulan tidak mendapatkan asupan gizi yang memadai atau layak, memperparah kondisi kesehatan mereka secara drastis. Situasi ini diperparah oleh laporan mengenai wilayah-wilayah di Gaza yang kini menghadapi kelaparan massal akibat blokade dan serangan militer berkepanjangan. Kebutuhan akan bantuan kemanusiaan yang cepat dan efektif menjadi semakin mendesak.

Kondisi ini muncul seiring dengan langkah pasukan Israel yang memulai penarikan diri dari beberapa wilayah di Gaza pada Jumat (10/10/2025), sebagai bagian integral dari kesepakatan gencatan senjata yang telah dinantikan. Penarikan ini membuka celah harapan untuk peningkatan akses bantuan kemanusiaan.

Krisis Gizi Anak: Ancaman Kematian di Depan Mata

Dampak konflik terhadap generasi muda di Gaza adalah sebuah tragedi yang tak terbayangkan. Anak-anak, dengan tubuh kecil dan sistem kekebalan yang belum matang, adalah korban pertama dari krisis pangan dan kesehatan. Malnutrisi berkepanjangan tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik dan kognitif mereka, tetapi juga membuat mereka sangat rentan terhadap penyakit. Dalam kondisi normal, tubuh anak membutuhkan nutrisi esensial untuk berkembang dan melawan infeksi. Namun di Gaza, kondisi ini adalah kemewahan yang tak terjangkau.

UNICEF memproyeksikan bahwa sekitar 50.000 anak berada dalam risiko malnutrisi akut dan memerlukan intervensi medis segera. Angka ini mencerminkan skala krisis yang sangat besar, di mana setiap hari tanpa bantuan berarti risiko kematian yang meningkat bagi ribuan nyawa tak berdosa. Selain itu, kondisi sanitasi yang buruk dan terbatasnya akses terhadap air bersih semakin memperburuk situasi, menciptakan lingkaran setan penyakit dan kekurangan gizi.

Untuk menanggulangi kondisi darurat ini, UNICEF telah menyusun rencana distribusi bantuan yang komprehensif. Lembaga tersebut berencana mendistribusikan satu juta selimut untuk anak-anak di Gaza, sebuah langkah krusial mengingat kondisi cuaca dan minimnya tempat berlindung yang layak. Lebih lanjut, UNICEF juga berupaya mengirimkan kursi roda dan kruk, perlengkapan medis esensial yang sebelumnya sempat terblokir, untuk membantu anak-anak penyandang disabilitas mendapatkan mobilitas dan perawatan yang layak.

Upaya Bantuan: Harapan di Tengah Tantangan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menanggapi situasi genting ini dengan rencana peningkatan drastis pengiriman bantuan kemanusiaan selama 60 hari pertama periode gencatan senjata. Ini adalah respons vital terhadap laporan yang menunjukkan bahwa sebagian wilayah Gaza telah dilanda kelaparan parah akibat blokade dan serangan yang tak henti-hentinya.

Kolaborasi antara COGAT Israel dan Program Pangan Dunia (WFP) menargetkan masuknya sekitar 600 truk bantuan setiap hari ke Gaza. Truk-ruk ini akan membawa beragam kebutuhan pokok, mulai dari makanan, obat-obatan, bahan bakar, hingga perlengkapan tempat tinggal darurat, yang semuanya sangat dibutuhkan oleh populasi yang trauma dan kekurangan.

Ross Smith, Direktur Darurat WFP, menjelaskan strategi distribusi yang akan diterapkan. Sebanyak 145 titik distribusi akan didirikan di seluruh penjuru Gaza untuk memastikan bantuan dapat menjangkau sebanyak mungkin warga. Selain itu, 30 toko roti akan dioperasikan kembali untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan dasar, memberikan roti segar kepada masyarakat yang kelaparan.

Namun, efektivitas peningkatan pengiriman bantuan ini sangat bergantung pada penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah yang ditentukan, demi perluasan zona aman. COGAT Israel telah menyatakan komitmennya untuk mengizinkan masuknya truk bantuan dari PBB, organisasi internasional, sektor swasta, dan negara-negara donor, menegaskan pentingnya akses tanpa hambatan.

Meski demikian, tantangan masih membayangi. WFP memperkirakan bahwa sekitar 400.000 warga Gaza di bagian utara belum menerima bantuan selama beberapa minggu terakhir, menyoroti kompleksitas logistik dan hambatan yang masih ada. Badan tersebut mendesak percepatan proses pemeriksaan dan persetujuan agar konvoi bantuan dapat masuk dan beroperasi lebih cepat, memastikan setiap detik berarti bagi mereka yang sangat membutuhkan.

Krisis di Gaza adalah panggilan darurat bagi komunitas internasional untuk bertindak. Pembukaan jalur bantuan secara penuh dan berkelanjutan, disertai dengan upaya distribusi yang efisien, adalah satu-satunya jalan untuk mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar dan menyelamatkan generasi masa depan Gaza dari kehancuran total.



Ahmedabad