Pemerintah dan DPR Sepakat Soal Tax Amnesty

UPBERITA- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara kompak menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, menegaskan bahwa kebijakan tersebut memberikan sinyal buruk bagi kepatuhan pajak serta mengalihkan fokus dari upaya optimalisasi penerimaan dan penguatan ekonomi nasional.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah secara konsisten menyuarakan ketidaksepakatannya terhadap usulan RUU Pengampunan Pajak. Menurutnya, implementasi Tax Amnesty yang dilakukan berulang kali akan menimbulkan preseden negatif dalam sistem perpajakan di Indonesia.
"Kalau amnesty berkali-kali gimana, jadi kredibilitas amnesty itu memberikan signal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan ke depan ada amnesty lagi kira-kira begitu," tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam taklimat media pada Jumat (19/9).
Penilaian ini menyoroti risiko penurunan kredibilitas program pengampunan pajak itu sendiri. Jika para wajib pajak percaya bahwa pemerintah akan selalu membuka pintu pengampunan di masa mendatang, insentif untuk patuh sejak awal akan berkurang drastis. Hal ini secara fundamental dapat merusak semangat kepatuhan dan integritas rezim perpajakan nasional.
Sebagai alternatif yang lebih konstruktif, Purbaya menekankan pentingnya optimalisasi regulasi pajak yang sudah ada. Upaya ini harus berjalan beriringan dengan langkah-langkah serius untuk menekan angka penggelapan pajak. Daripada fokus pada pengampunan bagi para penghindar pajak, pemerintah lebih memilih untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Peningkatan kesejahteraan ini diyakini akan secara otomatis mendongkrak penerimaan negara dan rasio pajak. "Harusnya sudah cukup kita majukan ekonomi supaya dengan tax ratio yang konstan misalnya, tax saya tumbuh, saya dapet lebih banyak, kita fokuskan di situ dulu. kalau tax amnesty setiap berapa tahun, ya udah nanti semuanya nyelundupin duit, tiga tahun lagi buat tax amnesty, kira-kira begitu. Jadi message-nya kurang bagus," jelasnya.
Pada kesempatan terpisah di Istana Kepresidenan, Purbaya kembali menegaskan komitmennya. Ia memilih untuk mengoptimalkan instrumen pajak yang telah ada ketimbang mengulang program pengampunan pajak. "Yang pas adalah ya, jalankan program-program pajak yang betul, collect yang betul, kalau nggak ada yang salah dihukum, tapi kita jangan meres gitu. Jadi harus perlakuan yang baik terhadap pembayar pajak. Dan kalau udah punya duit, ya dibelanjain kira-kira gitu," pungkasnya, menekankan perlunya perlakuan adil dan tidak membebani wajib pajak yang patuh.
RUU Tax Amnesty Tak Dibahas hingga 2025
Sikap senada juga datang dari lembaga legislatif. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Martin Manurung memastikan bahwa RUU Tax Amnesty tidak akan dibahas baik di tahun ini maupun tahun depan. Meskipun RUU ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 sejak ditetapkan pada tahun 2024, kendala waktu dan prioritas lain menghalangi pembahasannya.
Komisi XI DPR, yang sebelumnya mengusulkan RUU Tax Amnesty, kini telah mengalihkan prioritasnya untuk membahas RUU Keuangan Negara. Konsekuensinya, RUU Tax Amnesty secara otomatis dipindahkan ke dalam daftar panjang (long list) Prolegnas 2026.
"Jadi maksudnya, masuk ke dalam prolegnas jangka menengah, biar kalau akan mau dibahas lagi, Komisi XI harus membawa dari long list itu kepada short list, jadi dibalikin lagi ke prioritas. Jadi ketika dia masuk ke dalam long list, berarti dia tidak dibahas tahun depan. Kalau dia mau bahas di 2027, misalnya, dari long list harus masuk lagi kepada prioritas, itu mekanismenya," jelas Martin saat dihubungi, Senin (22/9).
Martin juga mengklarifikasi pemberitaan yang menyebutkan RUU Tax Amnesty baru masuk Prolegnas 2025. Ia menegaskan bahwa RUU tersebut sudah ditetapkan sejak akhir tahun lalu. Namun, perubahan prioritaslah yang membuatnya tidak masuk dalam daftar pembahasan segera.
"Jadi bukan itu istilahnya baru masuk sekarang dari Komisi XI, bukan, itu memang sudah ada di prolegnas 2025, tetapi, dalam kemarin kita rapat prolegnas Komisi XI untuk 2026 memprioritaskan keuangan negara, sehingga RUU Tax Amnesty itu dimasukkan ke dalam jangka menengah, bukan prioritas," lanjutnya.
Dengan demikian, Komisi Keuangan parlemen akan fokus pada RUU Keuangan Negara di tahun depan, membuat pembahasan Tax Amnesty tidak memungkinkan. "Jadi intinya disitu dari Komisi XI mengubah untuk prioritas rancangan undang-undang dari Tax Amnesty ke Keuangan Negara. Yang akan dibahas rancangan undang-undang keuangan negara, dia tidak bisa lagi membahas Tax Amnesty 2026 karena Tax Amnesty itu tidak dalam prioritas 2026," pungkas Martin.
Sumber : Media Indonesia