Sepakbola Indonesia Berduka, Kiper Legendaris Timnas Ronny Pasla Berpulang
UPBERITA.COM - Dunia sepak bola Indonesia diselimuti duka mendalam atas berpulangnya Ronny Pasla, kiper legendaris tim nasional yang bersinar pada era 1960-an hingga 1970-an. Sosok penjaga gawang ikonik ini menghembuskan napas terakhirnya di Jakarta pada Senin dini hari WIB, di usia 79 tahun, meninggalkan warisan tak terlupakan bagi olahraga Tanah Air.
Ronny Pasla dikenang sebagai salah satu penjaga gawang terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Karirnya di bawah mistar gawang timnas dihiasi berbagai prestasi gemilang, termasuk mengantar skuad Merah Putih meraih gelar juara Aga Khan Gold Cup 1967, Turnamen Merdeka 1969, serta Sukan Cup Singapura 1972. Dedikasinya pada tim nasional menjadikannya idola bagi banyak penggemar sepak bola lintas generasi.
Salah satu momen paling epik dan abadi dalam perjalanan karir Ronny adalah ketika ia berhasil menahan tendangan penalti dari legenda sepak bola dunia, Pelé. Insiden heroik ini terjadi pada pertandingan persahabatan yang sarat sejarah antara timnas Indonesia melawan klub raksasa Brasil, Santos, di tahun 1972. Meskipun hasil akhir menunjukkan keunggulan Santos dengan skor 1-2, aksi penyelamatan gemilang Ronny kala itu tetap terukir kuat dalam memori kolektif publik.
Selain kiprahnya yang membanggakan di kancah internasional, Ronny Pasla juga aktif membela sejumlah klub besar di Indonesia. Ia tercatat pernah memperkuat tim-tim kenamaan seperti Dinamo Medan, PSMS Medan, Persija Jakarta, dan Indonesia Muda. Bersama Persija, ia berhasil meraih puncak kejayaan dengan menjuarai kompetisi perserikatan pada tahun 1975, menambah daftar panjang prestasinya di level klub.
Jejak Multitalenta Ronny Pasla di Dua Arena Olahraga
Sebelum memilih sepak bola sebagai jalan hidupnya, Ronny Pasla ternyata sempat menunjukkan bakat luar biasa di cabang olahraga tenis. Ia bahkan pernah mewakili Provinsi Sumatra Utara dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) VII tahun 1965, sebuah ajang yang akhirnya batal diselenggarakan akibat kondisi politik nasional pasca-tragedi G30S. Keterlibatannya di dunia tenis sejak muda mengukuhkan dirinya sebagai atlet serbabisa.
Setelah memutuskan gantung sepatu dari dunia sepak bola pada usia 40 tahun, Ronny kembali menaruh perhatian pada kecintaan lamanya, yaitu tenis. Semangatnya terhadap olahraga tidak pernah padam; bahkan di masa pensiunnya ia diketahui mengelola sebuah sekolah tenis bernama Velodrom Tennis School di Jakarta. Hal ini menunjukkan betapa besar dedikasinya terhadap dunia olahraga, tidak hanya di lapangan hijau tetapi juga di arena tenis. Jenazah almarhum disemayamkan di Gereja Evangelis Jakarta Pusat sebelum dimakamkan pada Selasa (25/11) di Pemakaman Pondok Kelapa.