Densus 88 Ungkap Game Online Bisa Seret Anak Terpapar Paham Ekstrem
UPBERITA.COM - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mendeteksi penyebaran ideologi ekstrem Neo Nazi dan White Supremacy yang menyasar anak-anak melalui platform game online. Fakta ini terungkap dari pemeriksaan terhadap 68 anak yang terpapar paham radikal sepanjang tahun 2025 di 18 provinsi.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Mayndra Eka Wardhana, menjelaskan bahwa penyebaran ini terjadi melalui komunitas daring tertentu dan permainan online yang mengandung unsur kekerasan. "Terpapar dari Berbagai platform yang beraliran True Crime Community, game online berbasis kekerasan (Gore)," ujar Mayndra.
Mayndra menegaskan bahwa anak-anak yang terpapar paham ekstrem ini tidak sepenuhnya menganut ideologi Neo Nazi dan White Supremacy sebagai keyakinan murni. Sebaliknya, ideologi tersebut justru digunakan sebagai legitimasi untuk membenarkan tindakan kekerasan yang mereka lakukan, baik sebagai pelampiasan dendam, ketidaksukaan, maupun agresi.
"Mereka mengaku bahwa paham-paham tersebut hanya sebagai legitimasi tindakan yang mereka lakukan dalam melampiaskan dendam atau ketidaksukaan ataupun melampiaskan kekerasan," jelasnya.
Lebih lanjut, Mayndra mengungkapkan bahwa sebagian besar senjata yang ditemukan dari anak-anak ini bukanlah senjata api sungguhan. Senjata tersebut umumnya adalah mainan atau pisau yang diperoleh dengan mudah melalui transaksi daring. "Senjata mainan dan pisau kebanyakan dari pembelian online," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melaporkan bahwa sebanyak 112 anak di 26 provinsi teradikalisasi di ruang digital melalui game online dan media sosial sepanjang tahun 2025. Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono menyatakan bahwa anak-anak ini berinteraksi dengan konten radikal terorisme, mengalami kerentanan psikologis, dan bahkan terlibat dalam fenomena lone actor tanpa pertemuan fisik.
"Anak-anak yang terpapar menjadi perhatian serius negara. BNPT bersama Tim Koordinasi Perlindungan Khusus bagi Anak Korban Jaringan Terorisme terus memastikan upaya rehabilitasi, pendampingan psikososial, dan perlindungan hak anak berjalan optimal," kata Eddy.
Eddy menambahkan bahwa jaringan terorisme atau simpatisan ISIS maupun Ansharuh Daulah (AD) kini menargetkan anak dan remaja dalam proses radikalisasi. Proses rekrutmen ini bahkan menunjukkan bahwa anak yang direkrut tidak pernah bertemu langsung dengan perekrut dan melakukan baiat secara mandiri.
Sumber : viva.co.id