Pakar: DBD Kini Mengancam Sepanjang Tahun, Bukan Lagi Penyakit Musiman
UPBERITACOM - Persepsi masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) sebagai penyakit yang hanya muncul pada musim tertentu perlu diubah. Seorang pakar kesehatan anak menegaskan bahwa virus dengue kini telah menjadi ancaman permanen yang dapat menyerang kapan saja sepanjang tahun.
Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi, dr. Atilla Dewanti, SpA(K), menyampaikan peringatan penting terkait perubahan pola penyebaran virus dengue yang tidak lagi terbatas pada periode musiman tertentu.
"Dengue itu bukan penyakit musiman. Virusnya ada sepanjang tahun dan bisa menyerang siapa saja," tegas dr. Atilla dalam keterangannya pada Minggu (27/7/2025).
Menurut dr. Atilla, salah satu tantangan utama dalam penanganan DBD adalah kemiripan gejala awal dengan penyakit flu biasa. Manifestasi klinis seperti demam tinggi, nyeri kepala, mual, nyeri otot, dan ruam kulit sering kali membuat penderita dan keluarga tidak menyadari bahwa mereka sedang menghadapi infeksi dengue.
Keterlambatan identifikasi dan penanganan ini dapat berakibat fatal, karena infeksi dengue berpotensi berkembang menjadi kondisi yang mengancam jiwa.
"Jika terlambat ditangani, infeksi dapat berkembang menjadi dengue shock syndrome yang berbahaya," peringatkan dr. Atilla.
Data epidemiologi terbaru dari Kementerian Kesehatan menunjukkan tingkat keprihatinan yang signifikan. Hingga minggu ke-25 tahun ini, Indonesia telah mencatat 79.843 kasus dengue dengan 359 kematian, menghasilkan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,45 persen.
Situasi global juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Tahun 2024 tercatat sebagai tahun dengan rekor tertinggi kasus dengue secara worldwide, dengan lebih dari 14 juta kasus yang dilaporkan. Data ini menunjukkan bahwa dengue telah menjadi masalah kesehatan global yang semakin serius.
Kelompok demografis yang paling rentan adalah anak-anak dan remaja berusia 5–14 tahun, yang menunjukkan tingkat kematian tertinggi akibat dengue dalam rentang waktu tujuh tahun terakhir. Hal ini menjadi perhatian khusus mengingat kelompok usia tersebut berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang kritis.
Dr. Atilla menegaskan bahwa hingga saat ini belum tersedia obat spesifik untuk mengatasi infeksi dengue, sehingga strategi pencegahan menjadi pilar utama dalam pengendalian penyakit ini.
Kompleksitas virus dengue semakin terlihat dari karakteristik biologisnya yang memiliki empat serotipe berbeda. Kondisi ini memungkinkan seseorang terinfeksi dengue lebih dari satu kali dalam hidupnya.
"Virus dengue punya empat serotipe, artinya seseorang bisa terinfeksi lebih dari satu kali. Justru infeksi kedua bisa lebih parah dari yang pertama," ungkap dr. Atilla.
Fenomena ini dikenal sebagai Antibody-Dependent Enhancement (ADE), di mana infeksi kedua dengan serotipe yang berbeda dapat menyebabkan gejala yang lebih berat dibandingkan infeksi pertama.
Menghadapi tantangan ini, dr. Atilla menekankan pentingnya implementasi langkah-langkah preventif yang komprehensif. Strategi pencegahan yang direkomendasikan meliputi pelaksanaan program 3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur, plus menghindari gigitan nyamuk) secara konsisten.
Selain itu, vaksinasi dengue yang kini telah mendapat rekomendasi untuk anak-anak dan dewasa menjadi opsi tambahan dalam upaya pencegahan. Vaksinasi ini dapat memberikan perlindungan tambahan, terutama bagi individu yang tinggal di daerah endemis dengue.
Dr. Atilla juga menekankan pentingnya edukasi masyarakat tentang gejala-gejala dengue dan pentingnya segera mencari pertolongan medis ketika mengalami demam tinggi yang disertai gejala-gejala lainnya.
Dengan meningkatnya kasus dengue secara global dan perubahan pola penyebarannya yang tidak lagi mengenal musim, kesadaran masyarakat tentang bahaya DBD dan upaya pencegahannya menjadi kunci utama dalam mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini. (Ant)