ZoyaPatel

Pemerintah Siapkan Potensi Insentif Jumbo untuk Industri Otomotif Nasional Tahun Depan

Mumbai
Sebuah mobil hybrid atau mobil listrik modern yang diparkir di jalur produksi pabrik otomotif yang terang benderang. Di latar belakang, terlihat siluet para pekerja pabrik yang sedang beraktivitas. Gambar harus mencerminkan inovasi dan produksi dalam negeri, dengan sedikit sentuhan futuristik.



UPBERITA.COM - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian tengah mengkaji peluang pemberian insentif bagi industri otomotif nasional yang direncanakan mulai berlaku pada tahun 2026. Langkah strategis ini diambil setelah sektor otomotif dinilai memegang peran vital dan memiliki keterkaitan luas dalam rantai manufaktur nasional.

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan bahwa penyusunan skema insentif tersebut sedang berlangsung. Penegasan pentingnya sektor ini diungkapkannya saat ditemui di Tangerang Selatan, Banten, pada Rabu (26/11/2025).

"Sekarang sedang kami susun. Sektor otomotif itu menurut saya sebuah keharusan, karena merupakan sebuah sektor yang terlalu penting," ujar Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita.

Kementerian Perindustrian telah melakukan tinjauan mendalam terhadap "backward and forward linkage" dari berbagai aktivitas manufaktur. Hasilnya menunjukkan bahwa sektor otomotif memiliki keterkaitan paling signifikan, menjadikannya prioritas untuk dukungan pemerintah.

Pro Kontra dan Harapan Terhadap Kebijakan Insentif

Meskipun demikian, Menperin enggan merinci bentuk maupun jenis insentif yang akan diberikan, mengingat proses kajian yang masih berjalan. "Jangan tanya jenisnya, jangan tanya bentuknya. Sedang kami susun," tambahnya.

Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya berpandangan bahwa industri otomotif telah menunjukkan pemulihan dan daya saing yang kuat, terlihat dari maraknya pameran otomotif yang melibatkan banyak pemain industri. Hal ini sempat memunculkan spekulasi bahwa insentif mungkin tidak diperlukan. "Insentif tahun depan tidak ada. Karena industrinya sudah cukup kuat," kata Airlangga.

Namun, Airlangga juga tidak menutup kemungkinan adanya kajian lebih lanjut terkait insentif. "Dikaji, tapi belum diputuskan," pungkasnya.

Sementara itu, ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Riyanto, menyoroti pentingnya penerapan insentif yang setara untuk kendaraan berbasis listrik, baik Battery Electric Vehicle (BEV) maupun Hybrid Electric Vehicle (HEV). Menurutnya, kebijakan saat ini belum cukup adil, khususnya untuk HEV. "Segmen ini perlu diberikan kebijakan yang lebih fair dengan basis reduksi emisi dan TKDN. Insentif untuk HEV saat ini belum fair," kata Riyanto dalam pernyataan di Jakarta, Senin (24/11).

Riyanto menjelaskan bahwa insentif BEV saat ini, seperti pembebasan bea masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) nol persen, justru lebih banyak dinikmati oleh kendaraan listrik impor. Berbeda dengan kendaraan hybrid yang diproduksi di dalam negeri dan hanya mendapatkan insentif 3 persen. Dorongan terhadap insentif kendaraan hybrid dinilai relevan mengingat semakin banyak produsen yang merakit model hybrid secara domestik dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi.

Ahmedabad