Paparan Media Sosial Berlebih Terbukti Mengganggu Konsentrasi Anak
Laporan yang telah ditinjau sejawat ini memonitor perilaku digital lebih dari 8.300 anak di Amerika Serikat. Para peneliti dari Karolinska Institute dan Oregon Health & Science University menemukan bahwa rata-rata anak-anak menghabiskan sekitar 2,3 jam sehari untuk menonton televisi atau video daring, 1,4 jam di media sosial, dan 1,5 jam untuk bermain video game setiap harinya.
Menariknya, studi tersebut tidak menemukan hubungan antara gejala terkait ADHD, seperti mudah teralihkan, dengan kebiasaan bermain video game atau menonton televisi dan YouTube. Namun, temuan kunci menunjukkan bahwa penggunaan media sosial dalam jangka waktu tertentu secara konsisten berkaitan dengan peningkatan gejala ketidakmampuan untuk berkonsentrasi pada anak-anak.
ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai oleh impulsivitas, lupa pada tugas sehari-hari, dan kesulitan dalam memusatkan perhatian. Studi ini secara eksplisit menyatakan, "Kami mengidentifikasi hubungan antara penggunaan media sosial dan peningkatan gejala ketidakmampuan berkonsentrasi, yang diinterpretasikan di sini sebagai efek kausal yang mungkin." Meskipun dampak individu mungkin kecil, efek ini dapat memiliki konsekuensi signifikan jika perubahan perilaku terjadi di tingkat populasi, bahkan berpotensi berkontribusi pada peningkatan insiden diagnosis ADHD.
Dampak Media Sosial pada Otak Anak
Torkel Klingberg, seorang profesor neurosains kognitif di Karolinska Institute, menjelaskan mengapa media sosial secara spesifik memengaruhi kemampuan konsentrasi anak-anak. "Media sosial melibatkan gangguan konstan dalam bentuk pesan dan notifikasi, dan hanya dengan memikirkan apakah ada pesan yang masuk saja sudah dapat menjadi gangguan mental," ungkapnya. Beliau menambahkan, "Hal ini memengaruhi kemampuan untuk tetap fokus dan dapat menjelaskan hubungan tersebut." Studi ini juga memastikan bahwa korelasi ini tidak dipengaruhi oleh latar belakang sosioekonomi atau kecenderungan genetik terhadap kondisi tersebut.
Peningkatan prevalensi ADHD di kalangan anak-anak AS, dari 9,5 persen pada 2003-2007 menjadi 11,3 persen pada 2020-2022, mungkin sebagian besar dijelaskan oleh peningkatan penggunaan media sosial. Para peneliti menekankan perlunya verifikasi usia yang lebih ketat dan pedoman yang lebih jelas bagi perusahaan teknologi, mengingat banyak anak mulai menggunakan media sosial jauh sebelum mencapai usia minimum 13 tahun yang ditetapkan oleh aplikasi seperti TikTok dan Instagram. Samson Nivins, salah satu penulis studi, berharap, "Kami berharap temuan kami dapat membantu orang tua dan pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan yang terinformasi dengan baik mengenai konsumsi digital yang sehat yang mendukung perkembangan kognitif anak-anak."
