Dominasi Paspor Singapura Tak Tergoyahkan, Amerika Serikat Melorot, Bagaimana Posisi Indonesia?
UPBERITA.COM - Indeks Paspor Henley terbaru yang dirilis pada 14 Oktober 2025 kembali menobatkan Paspor Singapura sebagai yang terkuat di dunia, menawarkan kebebasan bepergian tak tertandingi bagi pemegangnya ke berbagai destinasi global. Di sisi lain, Amerika Serikat mengalami penurunan drastis, terlempar dari 10 besar untuk pertama kalinya, sementara Indonesia masih tertinggal jauh dalam persaingan mobilitas internasional.
Dunia perjalanan global kembali menyaksikan pergeseran kekuatan yang menarik setelah rilis Indeks Paspor Henley, salah satu tolok ukur otoritatif kekuatan paspor dunia. Singapura sekali lagi menegaskan dominasinya sebagai pemegang paspor terkuat di planet ini. Dengan akses bebas visa ke 193 destinasi dari total 227 destinasi global, paspor Negeri Singa ini memberikan kemudahan mobilitas yang tak tertandingi bagi warganya. Angka ini berarti pemegang paspor Singapura dapat melintasi hampir 85% negara dan wilayah di dunia tanpa perlu repot mengurus visa, menghemat waktu, biaya, dan kerumitan administrasi.
Di belakang Singapura, kekuatan Asia lainnya seperti Korea Selatan (dengan akses bebas visa ke 190 destinasi) dan Jepang (189 destinasi) juga menempati posisi teratas. Tren ini secara konsisten menunjukkan kebangkitan mobilitas global yang berpusat di kawasan Asia Pasifik, mencerminkan kekuatan ekonomi dan diplomasi regional yang semakin meningkat. Keunggulan paspor-paspor ini bukan hanya sekadar angka; ia adalah cerminan dari kepercayaan internasional, hubungan diplomatik yang solid, dan reputasi negara yang stabil di mata dunia.
Namun, kisah kontras datang dari Amerika Serikat. Setelah sempat berada di puncak pada tahun 2014, paspor AS mengalami penurunan dramatis. Dalam edisi Oktober 2025 ini, AS resmi keluar dari 10 besar dan menduduki peringkat ke-12. Fakta yang lebih mengejutkan, paspor AS kini memiliki kekuatan yang setara dengan paspor Malaysia, sama-sama menawarkan akses bebas visa ke 180 destinasi. Penurunan ini adalah indikator perubahan lanskap geopolitik dan dampak kebijakan luar negeri terhadap mobilitas warga negara.
Christian H. Kaelin, Ketua Henley & Partners, menyoroti pentingnya pergeseran ini sebagai lebih dari sekadar pergantian posisi. "Menurunnya kekuatan paspor AS selama dekade terakhir lebih dari sekadar perombakan peringkat, ini menandakan pergeseran fundamental dalam mobilitas global dan dinamika soft power," ungkapnya. Kaelin menambahkan, "Negara-negara yang merangkul keterbukaan dan kerja sama semakin maju, sedangkan negara-negara yang mengandalkan privilese masa lalu justru tertinggal." Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa kekuatan paspor bukan hanya tentang jumlah negara yang bisa dikunjungi tanpa visa, melainkan juga cerminan dari diplomasi, hubungan internasional, dan keterbukaan suatu negara terhadap dunia.
Penurunan peringkat AS bukan sekadar angka, melainkan indikator bahwa strategi isolasionis atau kurangnya diplomasi aktif dapat berdampak langsung pada kebebasan warga negaranya untuk bepergian. Ini juga menunjukkan bahwa konsep "soft power" – kemampuan suatu negara untuk menarik dan membujuk melalui budaya, nilai-nilai politik, dan kebijakan luar negeri – sangat berkaitan erat dengan kemudahan mobilitas warganya. Di sisi lain, kenaikan Malaysia menunjukkan upaya negara tersebut dalam membangun hubungan dan perjanjian bilateral yang menguntungkan mobilitas warganya, meningkatkan daya saing global.
Indonesia di Tengah Pusaran Mobilitas Global
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Dalam daftar yang sama, paspor Indonesia berada di peringkat ke-70 dunia. Pemegang paspor Merah Putih hanya memiliki akses bebas visa ke 73 negara dari 227 destinasi global. Posisi ini menempatkan Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Singapura, seperti yang disebutkan, menempati peringkat ke-1, sementara Malaysia berada di peringkat ke-12. Bahkan, Timor Leste, negara dengan ekonomi yang lebih kecil, berhasil menempati peringkat ke-56, menawarkan akses bebas visa ke lebih banyak destinasi dibandingkan Indonesia.
Kesenjangan ini menghadirkan tantangan tersendiri bagi warga negara Indonesia yang memiliki aspirasi untuk bepergian, berbisnis, atau belajar di luar negeri. Proses pengajuan visa yang rumit, memakan waktu berbulan-bulan, dan seringkali mahal, dapat menjadi penghalang signifikan bagi mobilitas individu. Hal ini tidak hanya membatasi peluang pribadi tetapi juga dapat menghambat pertumbuhan pariwisata keluar (outbound tourism) dan pertukaran budaya. Lebih jauh lagi, kekuatan paspor juga mencerminkan citra dan posisi tawar suatu negara di mata dunia. Semakin kuat sebuah paspor, semakin besar pula kepercayaan dan hubungan baik yang terjalin dengan negara-negara lain, yang dapat berdampak positif pada investasi asing dan perdagangan.
Berikut adalah perbandingan beberapa peringkat paspor teratas dan posisi Indonesia berdasarkan Indeks Paspor Henley:
- Singapura: Peringkat 1 (193 destinasi)
- Korea Selatan: Peringkat 2 (190 destinasi)
- Jepang: Peringkat 3 (189 destinasi)
- Amerika Serikat & Malaysia: Peringkat 12 (180 destinasi)
- Timor Leste: Peringkat 56
- Indonesia: Peringkat 70 (73 destinasi)