ZoyaPatel

Krisis Udara Landa Jakarta, Peringkat 5 Terburuk di Dunia

Mumbai
A high-angle shot of Jakarta's cityscape at dawn, with a visible haze of smog obscuring the distant skyscrapers. In the foreground, people are seen walking on a busy street, some wearing masks. A modern digital billboard (videotron) in the background displays a public service announcement about air quality. In a subtle corner, a water mist sprayer can be seen in action. The overall mood is slightly somber but with a hint of urban resilience.
Ilustrasi


UPBERITA.COM - Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi sorotan tajam, tercatat sebagai salah satu dari lima kota dengan udara terburuk di dunia pada Sabtu pagi, mendorong pemerintah daerah untuk mempercepat berbagai inisiatif penanganan polusi demi kesehatan masyarakat.

Menurut data dari situs pemantau kualitas udara global IQAir yang dirilis pada pukul 06.15 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta mencapai angka 143, sebuah kondisi yang dikategorikan sebagai "tidak sehat." Tingkat polusi utama yang menjadi perhatian adalah PM2.5, dengan konsentrasi mencapai 47 mikrogram per meter kubik. Angka ini jauh melampaui batas aman dan berpotensi merugikan, khususnya bagi kelompok sensitif seperti anak-anak, lansia, dan mereka yang memiliki riwayat penyakit pernapasan. Kondisi ini juga dapat berdampak negatif pada lingkungan, termasuk tumbuhan serta aspek estetika kota.

Perbandingan dengan kota-kota lain menunjukkan bahwa Jakarta berada di antara daftar kota-kota besar yang menghadapi tantangan serupa. Pada saat yang sama, Kinshasa (Kongo) memimpin dengan AQI 175, diikuti Delhi (India) dengan 160, Lahore (Pakistan) dengan 158, dan Tashkent (Uzbekistan) dengan 154. Peringkat ini menjadi peringatan keras akan urgensi penanganan masalah polusi udara yang kompleks di ibu kota.

Memahami Kategori Kualitas Udara dan Dampaknya

Untuk memahami lebih dalam kondisi udara yang kita hirup, penting untuk mengenal berbagai kategori kualitas udara berdasarkan standar PM2.5 dan implikasinya:

  • Kategori Baik (PM2.5: 0-50): Pada rentang ini, kualitas udara dianggap aman dan tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia, hewan, maupun lingkungan, termasuk bangunan dan nilai estetika kota. Ini adalah kondisi ideal yang ingin dicapai.
  • Kategori Sedang (PM2.5: 51-100): Kualitas udara ini umumnya tidak memengaruhi kesehatan manusia atau hewan secara langsung, namun dapat berdampak pada tumbuhan yang sensitif dan mengurangi nilai estetika lingkungan. Udara dalam kategori ini masih memerlukan perhatian, terutama bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu.
  • Kategori Tidak Sehat (PM2.5: 101-199): Seperti yang dialami Jakarta, kategori ini mengindikasikan bahwa udara berbahaya bagi kelompok sensitif dan dapat menimbulkan kerugian bagi manusia serta hewan sensitif. Dampak negatif juga dapat terlihat pada tumbuhan dan mengurangi keindahan kota.
  • Kategori Sangat Tidak Sehat (PM2.5: 200-299): Pada tingkat ini, kualitas udara dapat secara serius merugikan kesehatan sejumlah segmen populasi yang terpapar. Risiko terhadap penyakit pernapasan dan jantung meningkat secara signifikan.
  • Kategori Berbahaya (PM2.5: 300-500): Ini adalah tingkat polusi udara tertinggi, di mana kondisi udara secara umum dapat menimbulkan kerugian kesehatan yang serius dan meluas pada seluruh populasi. Paparan dalam jangka pendek maupun panjang sangat berbahaya dan memerlukan tindakan perlindungan ekstrem.

Upaya Pemerintah DKI Jakarta dan Peran Masyarakat

Menanggapi situasi kritis ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta tidak tinggal diam. Berbagai upaya mitigasi telah dan terus dilakukan untuk menekan laju polusi udara di Ibu Kota. Salah satu langkah konkret yang gencar dilakukan adalah penyemprotan air berbentuk kabut atau water mist.

Sebanyak 4.000 liter air telah disemprotkan di beberapa lokasi strategis yang padat aktivitas, seperti kawasan Dukuh Atas, TB Simatupang, Fatmawati, Bundaran HI, MH Thamrin, hingga Lapangan Banteng. Inisiatif ini merupakan bagian dari rangkaian pra-kegiatan "Jakarta Eco Future Fest (JEFF) 2025" yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kota yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, dalam keterangannya, menjelaskan, "Langkah ini membantu menurunkan partikel polutan, khususnya PM2.5, sekaligus menciptakan ruang publik yang lebih sehat." Pernyataan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah polusi udara secara langsung.

Selain penyemprotan water mist, DLH DKI Jakarta juga memanfaatkan "mobile videotron" yang menyiarkan pesan-pesan edukasi kepada masyarakat. Melalui sarana ini, warga diajak untuk lebih sadar dan proaktif melakukan langkah-langkah sederhana namun berdampak besar, seperti rutin melakukan uji emisi kendaraan pribadi dan beralih ke penggunaan transportasi umum. Langkah-langkah ini sangat krusial dalam mengurangi kontribusi emisi kendaraan bermotor terhadap polusi udara.

Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program, peran serta aktif masyarakat tetap menjadi kunci utama. Rekomendasi kesehatan mendesak agar warga selalu mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan untuk melindungi saluran pernapasan dari paparan PM2.5. Selain itu, menjaga jendela tertutup untuk mencegah masuknya udara kotor dari luar dan menyalakan penyaring udara (air purifier) di dalam ruangan juga sangat dianjurkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman di rumah.

Krisis kualitas udara di Jakarta adalah tanggung jawab bersama. Dengan sinergi antara kebijakan pemerintah dan kesadaran kolektif masyarakat, diharapkan Jakarta dapat secara bertahap keluar dari daftar kota dengan udara terburuk dan beralih menuju masa depan yang lebih hijau dan sehat.

Ahmedabad