ZoyaPatel

Komdigi : Mayoritas Pengguna Internet Indonesia Adalah Anak dan Remaja

Mumbai
Sebuah ilustrasi yang menunjukkan anak-anak dan remaja sedang menggunakan perangkat digital seperti smartphone atau tablet, dengan latar belakang ikon-ikon internet yang beragam, namun ada bayangan samar ikon perisai atau tanda keamanan digital yang melindungi mereka. Gambar harus memancarkan nuansa kepedulian dan perlindungan dalam penggunaan internet.

UPBERITA.COM -  Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan bahwa 80 persen pengguna internet di Indonesia didominasi oleh anak-anak dan remaja, sebuah fakta yang memicu kekhawatiran serius terkait paparan konten berbahaya yang mengancam kesejahteraan digital mereka. Situasi ini mendorong pemerintah dan platform digital untuk segera memperkuat langkah perlindungan.

Irawati Tjipto Priyanti, Direktur Penyidikan Digital Komdigi, menyoroti bahwa sebagian besar pengguna internet, yakni 80 persen lebih, berada dalam kelompok usia anak-anak hingga remaja di bawah 17 tahun. Kondisi ini secara langsung meningkatkan potensi risiko bagi mereka untuk terpapar konten negatif. "80 persen lebih mungkin ya saat ini yang mengakses internet, untuk internet tersebut itu yang mengakses anak-anak sampai remaja, sampai 17 tahun," kata Irawati di Jakarta. "Kemudian di situ potensinya artinya anak-anak terkena risiko-risiko yang tadi, konten-konten yang negatif," tambahnya.

Irawati menjelaskan bahwa fenomena ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk menginisiasi regulasi yang komprehensif dan dinamis, termasuk melalui kebijakan PP Tunas yang berfokus pada perlindungan anak di ruang digital. Ia juga menyoroti peningkatan kasus perundungan (bullying) dan kondisi keluarga (broken home) yang berkontribusi terhadap kerentanan anak-anak di dunia maya, seperti pada kasus remaja yang terpapar konten ekstrem hingga merakit bahan berbahaya melalui media sosial.

Data menunjukkan bahwa beberapa anak yang terpapar konten berbahaya memiliki latar belakang bullying di sekolah atau kondisi keluarga yang kurang harmonis. "Informasinya mereka karena ada bullying. Terus keluarganya juga mungkin broken home seperti itu, ini datanya menunjukkan seperti itu ya. Karena di antara anak-anak kita yang mendapatkan bullying di sekolahnya," ucap Irawati. 

Pemerintah terus menjalin kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), serta lembaga pendidikan untuk memperkuat edukasi literasi digital.


Upaya Kolaboratif Melindungi Generasi Digital

Penelitian terbaru dari BNPT juga memublikasikan bahwa lebih dari 100 anak di Indonesia telah terpapar konten ekstrem dan kekerasan yang memotivasi tindakan terorisme. "Penelitian dari BNPT kemarin juga di-publish. Lebih dari 100 anak sudah terpapar untuk konten yang memotivasi mereka untuk melakukan terorisme, itu korban anak-anak itu," jelas Irawati. 


Menanggapi situasi ini, YouTube Indonesia berinisiatif memperkuat kesejahteraan digital melalui program "YouTube Mental Health Shelf" dan pembatasan durasi video pendek (short) untuk pengguna remaja.

Garth Graham, Global Head of Health YouTube, menegaskan komitmen platform tersebut terhadap keamanan dan kesejahteraan anak-anak secara global. "Kami memprioritaskan keamanan dan kesejahteraan anak-anak. Itu bukan sekadar tujuan, tapi fondasi dari semua yang kami lakukan," ucap Graham.

Ia menjelaskan bahwa tim YouTube beroperasi dengan lima prinsip utama untuk membangun ekosistem yang aman, meliputi:

  • Menjamin keamanan dan kesejahteraan anak-anak.
  • Memberdayakan orang tua dan pengasuh dengan alat kontrol digital.
  • Memberikan akses ke konten kesehatan mental berkualitas tinggi.
  • Menjawab kebutuhan perkembangan sesuai usia remaja.
  • Mendorong kreativitas dan pembelajaran digital yang positif.

Melalui program ini, YouTube berharap remaja di Indonesia dapat lebih menyadari pentingnya kesehatan mental dan keseimbangan dalam berinteraksi di dunia digital. 

Ahmedabad